Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

Hari Kesebelas: untuk si Pemilik Senyum paling Indah di Semesta ini

Dia.. si pemilik senyum terindah di semesta ini. Berlebihan? Tentu tidak. Senyumnya benar-benar indah dan memikat. Entah sudah berapa kali aku jatuh cinta dengan senyum indahnya. Kalau mitologi mendeskripsikan malaikat sebagai hal yang indah, senyumnya bisa jadi salah satu rupa malaikat yang digambarkan. Aiiih. Aku bahkan mengetik ini sambil tersenyum sendiri. Teruntuk si Pemilik Senyum paling indah di semesta ini. Terima kasih sudah bertahan. Hari ini, sekali lagi, kamu memberikan energi dan semangat ke dalam hidupku yang masih abu-abu. Ceritamu layaknya sebuah cahaya, memberikan sedikit kejelasan kalau abu-abu ini hanya sementara. Akan seperti apakah warna hidupku ketika cahayanya sudah maksimal? Entah sudah berapa kali kamu mampu memberikan inspirasi yang tak pernah diduga-duga. Padahal ceritamu mirip seperti orang kebanyakan. Kamu juga selalu bilang, "Jangan pernah berhenti bekerja keras." Tipikal tempat asalmu sekali. Tapi yang pasti, semua kerja keras akan membuahkan ha

Hari Keempat: Drama

The Glory. Aku yakin banyak orang kenal dengan drama yang sedang trending satu di netflix itu. Bercerita soal balas dendam dari seorang korban bully kepada para pembullynya. Awalnya jalan cerita terlihat sederhana, tapi makin kesini jadi semakin kompleks. Meskipun begitu, drama ini sangat asik dinikmati karena durasi dan episode yang pendek. Sayangnya, 22 menit di episode pertamanya sukses membuatku menskip banyak adegan karena ada trauma yang sampai sekarang menggerogoti diri. Sepertinya cukup trigerring untuk korban bully di dunia nyata haha. Entahlah. Mungkin aku yang terlalu berlebihan juga, aku merasa seperti terbully tapi orang-orang disekitarku tidak merasa demikian. Padahal kan yang terluka aku? Not that physically sih, tapi sakit hatinya masih terasa sampai sekarang. Aku rasa mereka berhasil merusakku secara mental meski tidak separah itu. Tapi cukup mengusik di saat-saat tertentu saja. Padahal mereka baik-baik saja sampai sekarang. Sukses. Tanpa hambatan. Tuhan terlalu baik.

Hari Ketiga: Surat yang Jauh

Cerita hari ketiga ini akan kupersembahkan untuk dua manusia yang berhasil menyelamatkan hidupku dua tahun belakangan. Teruntuk laki-laki pertama dan kedua yang jauh di sana. Hi. Terima kasih untuk segalanya. Semoga kalimat pendek berisi empat kata itu mampu mewakili semua perasaan dan rasa syukur karena Tuhan mempertemukan kita melalui layar kaca. Kata-kata indah tentu sudah sering kalian dengar dan baca. Sepertinya, surat tanpa tujuan ini tidak berguna kalau harus memberikan kata-kata indah yang sama. Toh, tidak terbaca juga hahaha. Kalian tahu, semenjak aku menyukai kalian terlalu banyak emosi yang campur aduk. Dua tahun belakangan dunia seperti roller coaster buatku. Entah bagaimana aku bisa melaluinya hingga hari ini. Kala itu hariku buruk. Buruk sekali. Aku nyaris tidak bisa bergaul dengan siapapun di kelas magisterku. Aku lelah dan frustasi untuk bisa bertahan. Sampai tiba-tiba konten kalian yang berjudul NCT World 2.0 mengubah segalanya. Rasa frustasi dan ketakutanku selama kul

Hari Kedua

 Afirmasi positif? Sepertinya aku terlalu banyak berafirmasi positif sampai bingung harus bagaimana lagi. Saking positifnya, semua akan berakhir dengan "Yaudah lah yaa" tanpa ada perlawanan. Kacau. Bagus sih. Terkadang aku jadi lebih bisa menerima sesuatu dengan lapang dada, tapi terkadang juga jadi bumerang karena aku jadi pemalas. Lebih ke arah, "Yaudah jalannya begini" lalu mengabaikan beberapa langkah lain yang seharusnya bisa jadi jalan untuk mencapai hal tersebut. Jadi, sebenarnya afirmasi positif itu baik atau tidak? Masih hari kedua di 2023 dan aku masih overthinking dengan banyak hal. Berusaha mengenyahkan dengan afirmasi positif tadi tapi sepertinya aku terlalu lelah dan malah skeptis sendiri. Dasar aku. Anyway, saatnya membicarakan poin utama hari kedua. Isi kepala ini sempat rusuh tatkala orang-orang kembali menanyakanku perihal masa depan. Abu-abu. Kan sudah kubilang abu-abu jadi tentu aku sangat sensitif dengan pertanyaan-pertanyaan jenis itu. Tapi mer

Tahun Baru

Entah sudah sejak kapan aku merasa pergantian tahun bukanlah sesuatu yang spesial. Ketika malam habis dan pagi menyapa, harinya tetap 24 jam, rutinitas yang masih sama saja, maka semua terasa sangat sangat biasa. Ketika gegap gempita dan riuh kembang api menjadi pertanda harapan baru sebagian orang, doa baru bagi yang masih berjuang, aku malah merasa semua terlalu fana. Doa dan harapan dari jiwa-jiwa penuh optimisme itu suci, indah, dan menjadi lampu awal bagi mereka untuk memperjuangkan hidupnya. Sedangkan aku yang sudah terlanjur memiliki pola hidup konsisten hingga 27 tahun lamanya, justru merasa harapan dan doa sudah tidak mempan lagi. Memperjuangkan hidup yaa dengan dijalani, dinikmati manis pahitnya, bahkan kalau bisa tanpa berekspektasi. Mungkin ini efek dari aku yang awal 20an kemarin terlalu diliputi mimpi besar dan idealisme sekokoh batu karang, namun pada akhirnya tertampar realita. Pada akhirnya menjadikan pemikiran ini antipati kalau soal harapan tinggi. Atau memang karena