Langsung ke konten utama

Hari Keempat: Drama

The Glory. Aku yakin banyak orang kenal dengan drama yang sedang trending satu di netflix itu. Bercerita soal balas dendam dari seorang korban bully kepada para pembullynya. Awalnya jalan cerita terlihat sederhana, tapi makin kesini jadi semakin kompleks. Meskipun begitu, drama ini sangat asik dinikmati karena durasi dan episode yang pendek. Sayangnya, 22 menit di episode pertamanya sukses membuatku menskip banyak adegan karena ada trauma yang sampai sekarang menggerogoti diri. Sepertinya cukup trigerring untuk korban bully di dunia nyata haha.

Entahlah. Mungkin aku yang terlalu berlebihan juga, aku merasa seperti terbully tapi orang-orang disekitarku tidak merasa demikian. Padahal kan yang terluka aku? Not that physically sih, tapi sakit hatinya masih terasa sampai sekarang. Aku rasa mereka berhasil merusakku secara mental meski tidak separah itu. Tapi cukup mengusik di saat-saat tertentu saja. Padahal mereka baik-baik saja sampai sekarang. Sukses. Tanpa hambatan. Tuhan terlalu baik.

Dikisahkan pula, bagaimana si korban ini harus berjuang mati-matian menjalani hidup ketika para pembully justru hidup nyaman dan damai. Mencapai kesuksesan mereka tanpa hambatan sama sekali. True. Mereka hidup damai dan mencapai kesuksesannya. Ketika aku masih terus bergelut dengan luka yang suka tiba-tiba muncul kala ada sesuatu yang memancing. Tapi aku diajarkan untuk tidak berprasangka buruk kepada Tuhan. Makanya aku jadi takut jika berkata buruk saat berdoa. Aku hanya berdoa agar diberikan hati yang lapang dan disembuhkan dari segala luka, bisa? Aku pun tak ada daya karena mereka tak sekejam dalam drama. Tapi cukup lah bikin trauma haha. Yah.. pada akhirnya aku sukses menyelesaikan drama sepanjang 8 episode itu tanpa terganggu lagi. Lebih tepatnya memang episode satu saja yang sangat mengganggu buatku. Sisanya aman dan sangat bagus untuk diikuti. 

Aku jadi teringat sebuah kutipan, "Maaf memang sudah terucap tapi luka tidak akan hilang begitu saja." Sepertinya aku paham kalimat itu sekarang. Saat bertemu pun kami bisa saling bertukar senyum, tapi tetap saja ada luka yang tidak bisa hilang begitu saja. Inilah alasan setiap ada kegiatan SMP aku selalu menghindar. Kenangannya tidak baik untuk hatiku. Meskipun begitu, aku juga banyak berterima kasih. Kutipan lain berkata, "Aku yang sekarang adalah akumulasi dari aku di masa lalu." Tanpa jalan hidup yang seperti itu, tentu aku tidak akan sekuat sekarang. Jadi, terima kasih.

Drama hari ini benar-benar membuatku flash back ke banyak hal. Sempat merasa pesimis karena luka yng muncul menimbulkan rasa benci yang susah payah aku pendam. Tapi... terima kasih banyak untuk keyakinan yang kupegang, karena nama Tuhan membuatku bisa meluruskan hati lagi. Menyingkirkan rasa benci itu lagi dan kembali berdoa, "Tuhan.. semoga mereka bahagia. Jauhkan keluarga mereka kelak dari rasa sakit yang sama. Cukup aku yang merasakan sakitnya. Jangan ada orang lain lagi."

Aku yang lemah akan selamanya lemah. Balas dendam tetap tidak akan menghasilkan apapun, dan hidupku per hari ini juga masih abu-abu. Jadi, fokus saja ke diri sendiri. Persetan dengan orang lain, akan kuhadapi semuanya sambil Kpopan!!!!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad