Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Jam Dinding dan Kotak Hitam

Ketika kotak itu hanya diam saja di ujung ruang ini. Jam dinding memerhatikannya dengan penuh tanya. "Siapa kah gerangan dia? Sedang apa dia? Bagaimana dia bisa di sini?" Dalam lamunannya jam dinding itu terus bertanya dan bertanya. Sedang si kotak hitam hanya diam dan menatap ke arah lain. Entah hidup entah mati. Hari semakin berlalu, kotak hitam itu masih kokoh berdiri di tempatnya. Tak pernah berpindah apalagi menengok. Si jam dinding semakin penasaran sekaligus khawatir dengan kotak itu. Tepat ketika jarum panjang menunjuk angka dua belas, didentangkannya bell penanda waktu dengan sekuat tenaga. Digoyangkannya bell itu dengan penuh kekuatan. Berharap si kotak hitam akan bergerak, berharap agar kotak itu menengok. Lalu menatapnya, lalu melihatnya.... Meskipun bellnya sudah berbunyi dua belas kali. Meskipun kekuatannya nyaris habis karena menggerakkan bell itu, tetap saja si kotak hanya diam. Jam dinding kembali termenung. Berpikir bagaimana caranya agar si kotak m...
Kalau yang berpendar itu indah, maka yang gelap itu apa? semua yang berpendar bisa terlihat karena ada gelap itu sendiri. Kalau yang temaram itu memalukan, maka bagaimana dengan si cerah? temaram ada karena sebuah ketidakcerahan yang terjadi. Kalau yang baik-baik itu hanya bisa dilihat dari luarnya saja Maka apalah arti kebaikan hati yang tertutup dengan berjuta lapisan di luarnya Apalah makna dari sebuah kebaikan itu sendiri jika semua hanya berdasarkan mata "Because your live is more beautiful than you think!!!!" -anon-

Menghitung Bintang

Seperti kembali menghitung ribuan bintang di langit. Lupa sudah berapa banyak bintang yang terhitung. Akhirnya kembali menghitung semua bintang itu dari awal. Masih sama seperti dulu, ketika mulut tak mampu berbicara, mata hanya mampu memandang, dan hati hanya terus berharap dalam diam. Ketika semua sudah terjadi dan terlanjur, mungkin tertawa hambar bisa jadi penghibur lara meski hanya sesaat.  Adakah kantung besar untuk menampung semua bintang-bintang yang sudah kuhitung? Agar aku tak perlu lelah untuk kembali menghitungnya dari awal ketika aku lupa. Karena dengan begitu, ketika ada orang bertanya, "Berapa banyak bintang yang sudah kau hitung?" Aku akan dengan yakin menjawab, "Sudah banyak." Karena kantung yang kukumpulkan juga sudah banyak, bahkan sangat banyak. Terlalu banyak sudah bintang yang kuhitung. Entah sudah berapa banyak juga aku mengulang hitungan tersebut. Sekali lagi, aku hanya butuh kantung untuk bintang-bintangku. Mungkin jika memang ada k...

Perjalanan Super Epic bersama Pakdhe

Jam tanganku meunjukkan pukul 11.32 siang. Jalanan yang bergelombang membuat dudukku semakin tak nyaman. Di sampingku duduk Pakdhe sekaligus supir dalam perjalanan kali ini. Awalnya kami berempat, hanya saja kakak dan ibuku harus menetap di Rembang beberapa saat. Tentu saja karena itu hanya tinggal aku dan Pakdhe yang pulang ke Jogja. Tanganku masih pegal karena salah tidur semalam, "Din, daerah sini rawan banget sama cegatan polisi. Jangan sembarangan nyelip!" ucap Pakdhe memperingatkan. "Oh yayaya." sambil mengangguk. Kukira dengan kalimatnya itu Pakdhe sadar betapa rawannya tempat ini. Hingga tiba-tiba sebuah bus besar menyelip kami dengan kecepatan tinggi. Aku hanya melongo melihat bus itu. Pakdhe yang tiba-tiba merasa ditantang juga menancapkan gasnya dan menyelip truk-truk di depannya. Aku yang masih terngiang ucapannya hanya diam dan melongo. Otakku beku dan takut karena kecepatan yang begitu ekstrim. Belum ada lima menit setelah kejadian men...

Asy Syarh si Penunjuk Jalan

Hola Hallo :)  Akhirnya dapat kesempatan untuk nulis lagi nih. Setelah sekian puluh hari dan beberapa bulan vakum. Alhamdulillah setelah semua pembersihan dan pengeditan ulang, here is... The New ME. :) "Sungguh, bersama kesukaran itu pasti ada kemudahan. Sungguh, bersama kesukaran itu pasti ada kemudahan." (Asy Syarh ayat 5-6) Sepenggal kalimat yang diulang sebanyak dua kali. Sebuah tanda tanya yang terlintas di benakku, "Kenapa harus diulang?". Hingga suatu hari kalimat itu tepat menghujamku dengan rentetan peristiwanya. Berada dalam keadaan yang bisa dibilang mudah saja untuk mendapatkan sesuatu, mungkin membuat hati ini lalai dari perintah-Nya. Mungkin juga karena terlalu sombong karena sudah yakin bahwa "Aku sudah beribadah dengan baik dan benar kok." Mungkin kesombongan itu yang menjadi bumerang bagi diriku sendiri.... kemarin. Ketika perlahan aku perbaiki niatku, aku perbaiki lagi tingkahku. Pertanyaan baru muncul,"kenapa ter...