Langsung ke konten utama

Finding Me: Mencari Dukungan atau Pengakuan? (1)

"Sore Blue.."

"Awkward amat lu, kayak ama siapa aja."

"Udah lama sih, jadi agak sungkan."

"Hilih. Mau cerita dari mana?"

"Dari manusia."

"Luas amat topiknya? 😕"

"Dengerin aja!"

"Siap boss! wkwk."

"Blue.. Manusia tu organisme kompleks yang hidup di dunia. Saking kompleksnya, jalan pikiran tiap individunya bisa beraneka satu sama lain."

"Ada orang pernah bilang ke gua, manusia tu bukan setitik air di samudera tapi samudera dalam setitik air. Gilaa gak tuh? Serumit itu manusia."

"I know haha. Kali ini mau menggali lebih dalam jalan pikiranku sih Blue, yang selalu berujung dengan sebuah masalah aja saking kompleksnya. Gak tau nih, emang overthingkingnya dari dulu bukannya bikin pinter malah bikin capek. Kali ini ada soundtracknya, EoD - Where the Sea Sleeps."

"Yang lagi lu puter ini kan?"

"Yoii. Lagunya sederhana banget, menceritakan keberadaan aku dan kamu untuk saling menguatkan satu sama lain. Aiiih pas banget! Hari ini aku kuliah Blue, tapi banyak hal yang jadi penyesalan buatku. Padahal cuma perkara part presentasi yang diskip dosen, sedangkan part teman-teman sekelompok enggak. Bikin aku overthinking sendiri. Gimana yaa, udah dari awal aku jadi sider karena banyak ketakutan yang bergumul di kepala, bikin aku lebih sering diam dan benar-benar mengaktivasi seluruh sel introvertku. Jelas ini membuat sebagian dari diriku yang sempat terprediksi ENFJ (Extrovert) berkilah hebat. Sederhananya, aku merasa berada diantara dua karakter yang jauh berbeda. Sisi satu yang sedari SMA sudah aku coba tumbuhkan, extrovert, dan sisi kelam semenjak SD hingga SMP yang membuatku memiliki sel-sel introvert. Sayangnya, kali ini keduanya sedang berusaha saling menguasai diriku. Keduanya bersaing untuk menjadi karakter abadi dalam diriku. Mana yang harus kumenangkan?"

"Gak ada."

"Issh, belum kelar. Sedihnya, pas aku masih struggle dengan pertarungan sengit kedua sisi dalam diriku ini, ada banyak hal di dunia nyata yang harus kuselesaikan. Aku makin nggak bisa menangani tiap masalah lantaran sibuk berdiam diri dan memikirkan skenario di tiap komunitas yang aku ikuti. Introvert di komunitas A dan ekstrovert di komunitas lainnya. Makin kesini, aku merasa seperti bukan diriku lagi. Menjadi seorang faker yang sangat menyebalkan. Aku kesal. Bingung dan marah kepada diri sendiri."

"Lu marah karena gak bisa jadi diri sendiri atau karena ngerasa gagal buat dapet pengakuan dari lingkungan baru?"

"Kok..."

"Sekarang gua tanya deh, apa yang lu cari selama adaptasi di lingkungan baru? Dukungan atau pengakuan?"

"....Entah. Tapi kenapa di lingkungan lama aku bisa sebebas itu? Aku bisa mengemukakan semuanya. Berbeda dengan sekarang, terlanjur minder di awal jadi bener-bener menjaga jarak. Apa yang mereka kenal bukanlah aku yang sebenarnya. Mau sok asik pun jadi terasa aneh. Aku kesal dengan diri sendiri yang terlanjur begini. 😖"

"Wajar sih. Sebagai manusia tentu kita pengen banget diakui. Terlebih di komunitas luar yang mencakup banyak orang. Pergelutan lu antara introvert dan ekstrovert, sebenarnya nggak lebih karena lu yang pengen diakui di depan orang-orang baru. Sayangnya, lu salah mode ketika pertama kali ketemu mereka. Ibarat mesin yaa, diri lu nih bisa nyiptain mode tertentu pas mau beradaptasi ke lingkungan baru. Lu nyiptain first impession sesuai yang elu pengen. Hanya saja, kali ini lu salah. Lu salah karena malah ngaktifin mode sider. Ya tadi.. karena lu minder. Tapi gak dipungkiri sih, manusiawi minder tu. Apalagi lingkungan baru lu sirkelnya high level semua."

"Exactly what I wanna say :(. Terus gimana?"

"Sebenarnya nggak ada yang salah juga, toh selama lu nggak jadi penghambat dalam kelompok is okay. Tapi balik lagi, lu pasti pengen sebuah pengakuan. Nahasnya antara prediksi lu untuk diakui dengan eksekusi nggak bisa saling bantu. Lu mikirin skenario biar ikut bantu dan nggak melulu jadi sider, tapi praktiknya nggak segampang itu. Dan lu akhirnya malah bergelut dengan diri sendiri. 'Gimana kalo gua begini? Pasti begini. Coba gua begitu! Pasti gak akan begitu..." dan segala monodebat lainnya."

"Capek karena diri sendiri. Lucu banget yaa hidup."

"Ketawa lah!"

"-.-"

"Coba aja untuk ngelepasin semuanya. Cari sisi terbaik dari semua yang sudah terlanjur. Lalu temuin sebuah jawaban. Nyatanya, sebanyak apapun pengakuan orang lain kepada elu, kadang cuma bisa ngasih kekuatan yang temporer aja. Karena sebenarnya lu hanya butuh satu pendukung saja yang selalu ada. Cukup segelintir aja pendukung sebagai tempat lu bersandar dan melupakan segala keresahan duniawi. Maka lu bakal punya kekuatan yang jauh lebih tahan lama dan tentunya bisa nemuin siapa diri lu sebenarnya.

"Nice quote ever~"

"Gak usah berlebihan.."

"Thank yaa."

"Always :))."


- Rumah, 17:14 -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad