Langsung ke konten utama

Monolog Bianglala


"Orang-orang di luar sana bertanya
Apakah aku tertiup angin?
Mereka hanya bertanya kemudian berlalu
Mengapa mereka bertanya kalau untuk dilupakan?" 
--Seventeen - Pinwheel--









Dia tidak berpindah hanya berputar. 
Menunggu siapa saja yang akan datang. 
Menaikinya lalu pergi lagi. 
Mereka berdatangan dengan tawa. 
Lalu pergi meninggalkan luka.
Dia masih kokoh dan berputar. 
Semua dibuat bahagia tapi tidak dirinya. 
Kata orang, "Terkadang bahagianya hanya untuk melingkupi lukanya."
Dia seperti itu. Diamnya sendiri. Sedihnya dirasa sendiri.

Seorang gadis datang dengan penuh perhatian. Gadis itu merasa iba dengan sang bianglala. Dinaikinya wahana itu sendiri. Maka dimulailah monolog pribadinya bersama sang bianglala...

"Apakah tubuhku berat? Bagaimana kamu bisa menahan beban orang-orang itu? Apakah angin jahat kepadamu? Apakah angin mendorongmu terlalu kuat? Atau justru angin yang membantumu membawa beban orang-orang itu? Eummm.... atau malah angin menambah lukamu?"

"...." sunyi.

"Aku tahu. Tak perlu dijawab. Aku bisa merasakan jawabannya. Tubuhku lebih ringan dari mereka kan. Kamu raksasa, tulang-belulangmu berkali-kali lipat lebih besar dari diriku, tentu kamu kuat membawa orang-orang itu. Angin mungkin tidak terlalu jahat padamu. Sedikit banyak dia membantumu membawa beban orang-orang itu. Tapi terpaan angin juga akan melukai dirimu, angin juga sedikit tajam sehingga cat-cat ini mengelupas." Ucapan gadis terhenti sembari mengelus setiap sisi kapsul bianglala yang terkelupas.

"...." masih sunyi dan tiba-tiba sang bianglala terhenti dengan meletakkan kapsul si gadis tepat di puncak.

"Kau pikir aku takut? Hmmmm tidak. Apa kamu marah padaku? Apa aku terlalu cerewet dengan semua pertanyaanku?"

"...ddrrttt..." hanya suara decitan kapsul bianglala yang tertiup angin sebagai jawaban untuk si gadis.

"Baiklah kalau begitu. Terserah saja, aku juga akan tetap di sini dengan segudang celotehan untukmu." ancam si gadis.

Kemudian si gadis kembali melanjutkan monolognya,
"Kamu raksasa, tapi hatimu tidak. Kamu besar dan kuat tapi dirimu tidak. Bagaimana kamu bisa hidup dalam kesendirian ini? Tapi kamu hebat. Sendiri saja bisa berbuat banyak untuk orang-orang. Apakah kamu tahu, seluruh negeri membicarakanmu. Memuji pemandangan indah yang kau suguhkan di puncak ini. Seperti saat ini. Jika kamu bisa mendengar suara hati mereka, jika kamu bisa merasakan kebahagiaan mereka. Kamu pasti tidak akan kesepian. Mereka bukan datang dengan tawa lalu meninggalkan luka untukmu. Tapi mereka datang dengan bahagia dan membuang semua luka di atas sini. Dibiarkannya luka itu tertiup angin dan berhembus keluar dari dada mereka. Lalu pada akhirnya mereka keluar dari sini dengan napas kelegaan. Justru angin yang perlu kau kasihani. Karena dia membawa setiap luka orang-orang itu."

"..." perlahan bianglala kembali berputar. Menurunkan kapsul si gadis ke bawah dengan lambat.

"Kamu ingat baik-baik ucapanku tadi." Dan begitulah akhir monolog si gadis yang kemudian ia pergi begitu saja. Tak pernah kembali lagi....

Terkadang hidup akan menjadi lebih berarti dengan sebuah apresiasi.

5 Desember 2017
22.51 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad