Langsung ke konten utama

Perubahan

Dan aku berubah
Menjadi diriku dengan sisi yang lain
Berbalut aura merah
Sedikit serakah
dengan sebongkah amarah....
-dinadrs-
13 Maret 2017 
 


Bagaimana jika aku sudah berubah? atau sedang dalam perubahan?

Malam itu, di antara jeda praktikum dan rapat, aku memutuskan untuk duduk terdiam di sebuah restoran cepat saji. Dalam keriuhannya, aku duduk sendiri di pojok sambil menatap diriku yang terpantul pada sebuah dinding kaca. Wajahku sama, bentuk tubuhnya juga, namun ada sekelibat perubahan yang aku lihat. Samar namun semakin membesar. Kutatap bayanganku semakin dalam, kulihat perubahan itu semakin mencolok, pantulannya semakin jelas. Sifatku?!

Sebuah realita yang harus kuterima, ketika sifatku mulai berubah. Sosok yang selama ini kuhindari muncul, entah kalian ingin menganggapku bipolar atau apa. Namun percayakah kalian, jika kukatakan aku memiliki diri LAIN yang bahkan tak sanggup kugambarkan rupanya. Sebuah makhluk yang perlahan menyedot isi hatiku, menyelimuti pikiranku, dan meracuni setiap darahku.

Anggap kalian melihat sebuah sinetron stripping Indonesia, lalu ada seorang tokoh jahat yang selalu berpikiran buruk dan berencana menghancurkan si pemeran utama. Bagaimana jika itu aku? Perlahan aku merasa bahwa diriku menjadi sebuah manekin dari sisi lainku yang antagonis. Diriku seperti tenggelam dalam sebuah pemikiran kelam yang membuatku selalu pesimis dan menghasilkan naluri jahat. Pemarah, Iri, Serakah, Sombong, Keras Kepala, Pendendam. Apa lagi?

Lalu benarkah aku memang mengalami perubahan? .....
dan ketika tanya tak ada lagi jawabnya, biarkan waktu yang membalas dalam diamnya. Aku kembali tersadar dari lamunan panjangku. Bayanganku di dinding kaca masih sama. Sekarang tinggal aku yang memutuskan mau bagaimana diriku. Bagaimana sisi lainku.



*Maaf jika beberapa waktu ini segala kata dan perbuatanku menyakiti kalian, kesombonganku membuat kalian menjadi malas berkumpul bersamaku, membuat kalian kesal dengan segala celotehan tak bergunaku. Untuk it, ijinkan aku membenahi diri dan segala sikapku, sejenak saja. Aku akan berusaha kembali menjadi aku yang dulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad