Langsung ke konten utama

Hujan Pertama

Musim gugur sudah mulai menampakkan hidungnya di bagian bumi sebelah sana. Semua orang menikmati masa indahnya dengan memandang daun kecoklatan yang terus berjatuhan seperti konfeti.
Aku....di belahan bumi lain. Menunggu hujan pertama yang tak kunjung datang, Menunggu turunnya air yang membawa harum tanah hingga ke hidungku. Membasahi kepalaku hingga semuanya terangkat dan menguap. Kapan hujan pertama itu kan turun?

Karena ketika hujan pertama turun, burung-burung akan berterbangan ke sarangnya. Memeluk hangat tubuh mereka. Mendekap erat keluarga mereka.
Karena ketika hujan pertama turun, mungkin pelangi pertama juga akan hadir. Menjadi atapku yang mengiringi langkahku. Menuju suatu tempat.... suatu tempat.
Karena ketika hujan pertama turun, tujuh cahaya itu berjajar dan semua orang akan terpana pada satu. Manatap penuh keagungan dan berdecak kagum pada mereka.

Ketika hujan pertama turun, aku berharap satu harapanku terwujud. Tidak banyak kok. Aku hanya ingin satu harapanku terwujud pada hujan pertama. Mungkinkah terlalu mendikte? Aku harap tidak.

Ketika satu rintiknya tepat mengenai tanganku, aku hanya tahu bahwa itulah hujan pertama. Lalu harapanku akan terwujud seperti sebelumnya. Saat hujan pertama kurasakan di tanah barat lembah. Aku berharap agar aku bisa berdiri di tanah lembah itu lebih lama lagi. Menatap lembah dari sudut jalan sambil merasakan hujan pertama kala itu. Memohon dengan sangat agar aku bisa berdiri di tanah lembah tahun depan. Dan semuanya..... terwujud.

Mungkinkah hujan pertama sekarang akan sama? Aku berharap agar semuanya sama.... seperti sebelumnya. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad