Langsung ke konten utama

:((

Entah aku yang salah atau memang aku yang salah. Arsitektur... sebuah jurusan di teknik yang sempat aku sebutkan saat aku masih di sekolah dasar. Arsitektur.... sebuah bidang yang sempat pula kutolak mentah-mentah saat kelas XI SMA. Sekarang.... sekarang aku berdiri di bawah naungan arsitektur. Berlandaskan kaki dan bertegakan tubuhku (KBB banget). 

Tampak depan aku Dina biasa, tampak samping masih Dina, tampak atas gadis berkerudung, dan tampaknya aku baik-baik saja. Coba saja kau buat gambar axonometrinya, lalu buatlah potongan A-A' dan potongan B-B'. Maka akan kau lihat siapa aku sebenarnya dan bagaimana aku. (Menggambar Arsi).

Ketika sebuah kata muncul di layar komputer gedung Rektorat UII, aku lega. Setidaknya ada cadangan. Hanya saja ada satu hal yang mengganjal hatiku. Arsitektur.... may be it was a destiny from God. Aku santai. At last.... I am here. Ya... ini memang takdirku. Aku semakin meyakininya. 

Minggu pertama kuliah, biasa saja. Namun, perasaan mengganjal itu muncul sedikit. Minggu kedua, mulai ada pikiran tak baik di otakku. Kuhilangkan sugesti itu... tapi sayang. Hilangnya hanya sesaat. Minggu-minggu selanjutnya aku mulai gila. Bahkan semakin kesini gilaku tak hilang-hilang. Sempat aku melupakan Nya. Melupakan Dia yang sudah membawaku kesini. Sholatku tercecer, bacaanku terlupakan.

Ketika aku mulai mengingatnya, muncul sebuah jawaban singkat. Hanya terbesit sesaat di otak namun aku langsung yakin. Jawaban dari semua kegilaan batinku. "Aku gila?" Pasti banyak yang tidak sadar ya? Sudah kukatakan tadi, "gambar axonometrinya, lalu buatlah potongan A-A' dan potongan B-B'. Maka akan kau lihat siapa aku sebenarnya dan bagaimana aku." Yaaa....jawaban itu sih bisa dibilang jawaban dari SEORANG PENGECUT. What ever!!! Toh ini hidupku.

Pada akhirnya, aku memilih untuk mundur. Aku mundur setelah sekian juta kubuang begitu saja. Tanpa hasil? Tidak! Aku mendapatkan berbagai macam pembelajaran hidup yang sangat berharga dan MAHAL tentu saja. Butuh lebih dari 20juta untuk menyadari beberapa hal yang harus kuubah. Mahal mahal mahal dan itu semua uang bukan daun. Aku menangis jika memikirkan uang itu.... bukan karena uangnya, tapi karena pengorbanan ayahku mendapatkannya. 

Arsitektur.... mungkin memang sudah saatnya aku pindah naungan. Bukan karena aku tak suka. Tapi karena aku sadar, cita-citaku bukan di sini. Keinginanku bukan di sini. Maaf aku sudah memilihmu waktu itu, aku sempat tertarik saat itu, bahkan terbuai dengan ajakan kawan. Sayangnya ekspektasi berbeda dengan realita. Arsitektur yang kujalani berbeda dengan kenyataan yang kurasakan. Maaf lagi untuk yang kesekian kalinya.... salahku juga yang memilih tanpa mempertimbangan beberapa hal dalam diriku. Maaf lagi untuk ayah dan ibuku.... karena aku SALAH PILIH JURUSAN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad