Langsung ke konten utama

Biru itu Kembali

Melewati biru itu dalam senduku. 
Aku sadar... mungkin memang itu bukan jalanku. 
Hei!!! Seribu jalan menuju Roma bung!!! 
Masih ada beberapa jalan dalam waktuku demi biru itu.
Mungkin biru ini masih menyelimutiku
Merangkulku dalam dekapan pilu
Tahtihku tak juga bertemu ujung.....

Mataku terbelalak lebar pagi ini. Lagi... aku tersadar setelah mimpi buruk itu kembali. Aku terduduk dan mengerjapkan mata. Terdiamku selama beberapa detik, lalu tersadar dan bangkit untuk bertemu Sang Illahi. Kucurahkan semua mimpi dan ketakutanku itu. Berharap Dia kan memberikanku sebuah jawaban yang pasti. Hanya saja jawabannya tak secepat acara kuis di televisi. Butuh ruang dan waktu untuk menjawabnya. Bahkan dalam menunggunya kita juga dites terlebih dahulu. Tes hati. Tes sikap. Tes KeIMANan.

Aku terdiam, kulepas mukena ini dan berkaca. "Siapa aku? Mau kemana aku?" Sunyi... hanya gemuruh suara AC yang terdengar. Perlahan kokok ayam itu bersuara. Hanya sekali... lalu sunyi lagi. Aku masih berkaca. Menatap kosong diriku. Sekali lagi aku bertanya, "Siapa aku? Mau kemana aku?" Perlahan semuku menggerakan bibirnya. Aku diam... tapi dia menggerakkan bibirnya. Semuku bicara padaku. "Kamu! Kamu! Kamu si tukang MENGELUH. Kamu yang tak pernah bersyukur! Mau kemana? Tujuanmu tentu tak jelas. MENGELUH saja kerjaanmu. Hhhh... aku saja lelah mendengarnya, apalagi Tuhan. Persetan dengan KELUHmu. Sekali-sekali lihatlah sekitarmu. Hidupmu sudah jauh lebih indah dibanding mereka. Masih saja MENGELUH. Itu yang aku benci dari manusia. SERAKAH. TAK TAU DIRI. Seperti KAU!!!"

Aku tersentak. Kakiku mundur beberapa langkah dari kaca itu.Napasku memburu. Aku takut. Mataku... mataku mendadak basah. Otakku berputar dan memunculkan memori-memori itu. Semua kemudahan yang kudapat. Semua keindahan yang kuterima. Aku menangis.....

Bapak.... Mama.... maafin Dina ya. Dina yang masih nyusahin kalian. Dina yang gak mau berusaha lebih kuat di sini. Dina yang lebih memilih lari dari kenyataan. Dina yang lebih milih ambil jalan lain dibanding tetap di sini. Maafin Dina yaa.... Dina udah ngecewain kalian...lagi. Maafin Dina yaa.... Maafin Dina atas segala keluh kesah Dina. Maafin Dina yang jarang bersyukur sama Allah. Maafin Dina Pak...Ma.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad