Langsung ke konten utama

Haru Biru untuk Kampus Biru

Assalamualaikum kawan :)
Senang sekali saya bisa kembali menapakkan jemari saya di lepi tercintong untuk mengutarakan kisah kehidupan saya 5 bulan terakhir. So... let's check it.

Kekhawatiran mulai menghampiriku ketika nilai semester 5 ku turun. Entah mengapa, meskipun secara akademik nilai mapelku naik, tapi aku ragu dan takut. Sejenak kulupakan kekhawatiran itu demi UNAS yang akan kutempuh terlebih dahulu. UNAS pum terlewati dan pendaftaran SNMPTN juga sudah kulakukan. Tapi.... ada beberapa hal yang sampai detik itu masih meragukanku. Ketika orang lain bertanya, "Ambil mana Din?" dengan bangga aku akan menjawab, Ïnsya Allah teknik atau FK deh." Mereka hanya tersenyum, kadang adapula yang membalas, "Kamu mah PASTI lolos din!"

Kalimat itu.... ya kalimat itu tuh yang bikin aku takabur sama Allah. Pada akhirnya aku hanya terlena oleh segudang pujian fiksi yang tak tau kebenarannya ada dimana. Menjalani hidup dengan bahagia tanpa dosa. Les aja aku cuma sekedar dateng terus cekikikan sama teman-teman. Berdoa dan ibadah lainnya tetap aku lakukan. Tapi niatnya berubah :(. Seharusnya semua itu kulakukan untuk meminta ridho dari Allah. Malahan kulakukan semua itu agar aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Astaghfirullahaladzim.

Tibalah hari pengumuman hasil UNAS. Alhamdulillah banget aku dapet hasil memuaskan. Menjadi yang terbaik kedua se-SMA 11. Lagi..... mereka semakin memojokkanku dan yakin, seyakin-yakinnya aku akan LOLOS SNMPTN. Bahkan dengan hasilku itu aku juga sudah PD mode on tauk. Ketika pengumuman SNMPTN menjelang, perasaan aneh itu muncul lagi. Perasaan aneh yang terjadi ketika aku RTO dan masuk ke SMA 11. Aku takut... aku berdoa sungguh-sungguh kepada Allah agar yang aku pikirkan tidak terjadi. Pada akhirnya....... voila... "Mohon Maaf Anda Belum Lolos Seleksi SNMPTN!"Aku berdiri, kakiku bergetar hebat. Awalnya aku tak bisa menerima ini, otakku kacau, hatiku kalut, aku bingung. Aku pergi ke kamar dan mendadak tangisku pecah di sana. Aku menangis sejadi-jadinya. Tak lama ibuku datang, aku menangis semakin kencang. Lalu kakakku, adikku, dan ibuku menyemangatiku. 
"Langkahmu bukan di sini. Mungkin kamu memang harus melalui beberapa tes lagi untuk mencapai yang kamu inginkan. Satu hal yang mau mama tekankan, JANGAN MEMPERSALAHKAN apa yang sudah kamu lakukan!! Semua ibadahmu dan doamu, Allah pasti udah dengar kok. Cuma Allah tau kapan waktu yang tepat untuk mengabulkan semua doa-doa kamu. Masih ada beberapa tes yang bisa kamu tempuh Din... pokoknya mama bakal nemenin kamu terus."
Tangisku perlahan meredup. Kuhapus air mata ini perlahan dan kembali menguatkan tekadku, ÄKU HARUS LOLOS SBM UMUGM UMUNDIP!!!


Perjuanganku kembali di mulai. Aku rajin TST di GO, di rumah mengerjakan semua soal-soal yang aku punya, belajar bareng kesana-kemari, pokoknya menjalani hari-hari seperti jaman-jaman menjelang UNAS. Bahkan setiap TO aku selalu lolos dengan grade baik. Tik tok tik tok.... tibalah hari dimana SBM dilakukan, Kubuka soal dan jreng jreng!!!!!! Susah bro sist -.- Aku mengerjakan sebisaku dan seyakinku. Tak jauh dari tempatku ada temanku yang juga ujian. Kulihat soalnya bisa penuh terisi. Katanya dia mau masuk peternakan sih. Setelah semua selesai aku keluar. Ibuku yang menunggu bertanya, 
"Gimana din?" 
Kujawab,"Wallahuálam ma. Susah hehe." 
Ibuku hanya tersenyum, "Ya nggak papa. Sekarang tawakkal sama Allah setelah ikhtiarmu di sini." Lalu kami pulang.

Tak berselang lama UM UGM pun dilaksanakan. Alhamdulillah aku lebih bisa mengerjakan soal-soal ini. Aku keluar kelas dengan sudut senyuman yang lebih tinggi dibanding SBM kemarin. Ibuku tau auraku dan berharap semoga hasil yang ini lebih baik. Amiin.....

Hari-hari berlalu.... dan tibalah hari dimana pengumuman SBM diberitahukan. Aku merasa sedikit tenang hari itu, kubuka web nya dan lagi.... kata MOHON MAAF itu kembali menyembul indah di layar leptop ku. Hahahaha.... aku tertawa dan menunjukkan hasilnya ke Ibu dan Kakakku, mereka memandangku miris, tapi aku hanya tersenyum dan tertawa. Entah karena otakku sudah mendadak berputar dan tak jelas kemana. Aku tegar... aku kuat.... dan aku tak akan menangis lagi.

Tak lama juga, pengumuman UM UGM. Aku sedikit tegang saat itu, kubuka webnya dan keluarlah MOHON MAAF. Hahahahaha.... de Hell yuu!!!! Hahahahaha hah ha ha ha..... hiks hiks hiks....... :(
Aku menangis lagi sejadi-jadinya. Aku bersimpuh dihadapan ibuku dan terus menangis tanpa henti. Ibuku jadi ikut menangis dan memelukku erat. Impianku masuk Kampus Biru GAGAL!!!! Aku bingung dan linglung. Apa yang harus kulakukan sekarang??? Otakku kembali memutar memori 3 tahuh terakhir di SMA. Kukejar semua bidang akademik agar terus mendapatkan hasil yang baik. Ya... aku sukses jadi paralel selama hampir 3 tahun disana. Semua teman-temanku yakin aku akan jadi Miba UGM, guru-guru berharap aku akan mencetak prestasi gemilang bagi sekolahku. Tapi.... sayangnya Allah berkehendak lain. Dia tidak menuntunku kearah sana, mungkin ada tempat... ada suatu tempat, dimana aku bisa lebih mengenali diriku. Berkaca lagi pada hidupku, lalu merefleksikannya menjadi aku yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku yang baru tanpa haru lagi untuk kampus biru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me...

Menghitung Bintang

Seperti kembali menghitung ribuan bintang di langit. Lupa sudah berapa banyak bintang yang terhitung. Akhirnya kembali menghitung semua bintang itu dari awal. Masih sama seperti dulu, ketika mulut tak mampu berbicara, mata hanya mampu memandang, dan hati hanya terus berharap dalam diam. Ketika semua sudah terjadi dan terlanjur, mungkin tertawa hambar bisa jadi penghibur lara meski hanya sesaat.  Adakah kantung besar untuk menampung semua bintang-bintang yang sudah kuhitung? Agar aku tak perlu lelah untuk kembali menghitungnya dari awal ketika aku lupa. Karena dengan begitu, ketika ada orang bertanya, "Berapa banyak bintang yang sudah kau hitung?" Aku akan dengan yakin menjawab, "Sudah banyak." Karena kantung yang kukumpulkan juga sudah banyak, bahkan sangat banyak. Terlalu banyak sudah bintang yang kuhitung. Entah sudah berapa banyak juga aku mengulang hitungan tersebut. Sekali lagi, aku hanya butuh kantung untuk bintang-bintangku. Mungkin jika memang ada k...

Tentang Negeri Sejuta Mimpi #edisi17an

Assalamualaikum :D Dirgahayu Indonesia yang ke-69!!!! Meski sudah 69 tahun, semoga semangat kita tetap seperti layaknya pejuang '45 yaaa :) Amiin. Entah mengapa, gara-gara film Adriana yang pernah tayang di salah satu stasiun TV swasta, aku jadi jatuh cinta sama genre novel baru. Fiction History . Sebuah genre yang menggabungkan kisah fiksi dengan kenyataan sejarah yang terjadi. Akibatnya pula, aku jadi bela-belain beli novel Adriana yang asli. Bahkan covernya pun masih yang cetakan 2010.  Pelan-pelan aku baca kisah itu. Aku coba pelajari sejarah ibu kota yang terangkum secara jelas di novel itu. Alhamdulillah...novel itu sukses membuka rasa nasionalisku. Meski tak sepenuhnya, tapi kini aku sadar ternyata nasionalisme itu sangat penting bagi pelajar sepertiku. Bahkan bagian yang paling seru dalam novel tersebut aku baca tepat saat malam tirakatan. Secara aku bukan warga yang baik, aku memilih berkeliling Jogja dan membaca novel ketimbang duduk bersila mendengarkan pidat...