Langsung ke konten utama

GANK ala EsDe

Lagi duduk-duduk di depan laptop, tiba-tiba keinget kejadian jaman baholak. Kejadian unik yang cukup bikin perut geli. So....cekidot....

Kira-kira waktu aku kelas 4 SD. Aku punya beberapa temen deket, mereka adalah Yaya, Ulan, Devi, Inka, dan Titis. Kita berenam suka banget ngumpul di rumahnya Yaya. Entah itu main, makan, sholat, atau nonton film. Hampir tiap hari kita ngumpul bareng. Karena sering ngumpul bareng itu, munculah ide untuk bikin GANK. Kigta pun membentuk sebuah GANK yang diberi nama super NORAK, namanya adalah GANK BUBLE. Kita juga gak ngerti kenapa dinamain BUBLE. Menurutku nama itu terinspirasi saat kami aku ama Yaya lagi mandiin barbie, terus sabun yang kita pake menghasilkan buble yang banyak. Lalu voila....jadilah nama GANK kita BUBLE (gak nyambung ya?) GANK ini hampir sekeren GANK NERO yang sempet femes itu. Cuma bedanya kita di lingkup lokal mereka nasional. Just it (mekso).

Dengan terbentuknya GANK itu, kita jadi tambah memperlihatkan ke-GANK-an kita. Kita jadi cuma mau main ama anggota GANK dan terlalu freak gitulah. Pokoknya waktu itu kita egois banget, sama sekali gak mikirin temen sekelas yang lain. Karena itulah muncul GANK saingan kita. Mereka bikin GANK karena jarang kita ajak main, terus mungkin sakit hati dan balas dendam dengan membentuk GANK yang aku lupa namanya apa. Gak mau kalah ama GANK lawan, GANK BUBLE bikin dance dan kita tantang ke GANK lawan. Ternyata GANK lawan juga punya dance. Akhirnya kita battle dance dan hasilnya sama kuat. GANK BUBLE makin bingung harus gimana.

Kemudian di suatu sore, GANK BUBLE ke sekolah. Kita masuk ke aula sekolah. Karena sd ku dulu lagi masa pembangunan, aula ditutup papan kayu gitu. Kita ambil kapur yang ada di aula. Dengan gaya ala bomber kelas kakap, kita coret papan kayu itu dengan tulisan grafiti anak sd "BUBLE". Hampir semua papan kayu ada tulisan BUBLE. Setelah puas mencorat-coret kita pulang tanpa rasa berdosa. Keesokan harinya, coretan kita jadi pembicaraan anak-anak lain. Bukannya ngerasa bersalah atau apa, kita malah bangga (dodol). Pamor GANK BUBLE makin naik.

Suatu hari GANK BUBLE menginginkan sebuah reformasi. Kita butuh anggota baru untuk GANK ini. Akhirnya dengan bermodalkan tulisan tangan, kita bikin brosur alakadarnya. Kita bagi-bagiin brosur ke anak sekelas yang gak ikut gank. Dari beberapa anak cuma ada 1 yang mau masuk GANK BUBLE. Kalo kayak gini gak usah diaudisi juga dia pasti masuk. Karena GANK BUBLE berharga diri tinggi, maka kita tetap melaksanakan audisi. Kita suruh anak itu nge-dance yang dia bisa. Dia tunjukin dance nya, alhasil dia masuk ke GANK kita (yaiyalah).

Entah mengapa, pasca anak itu masuk GANK BUBLE makin gak kompak. Perlahan kami memecah. Hingga akhirnya tak ada GANK-GANK lagi di kelas kami. Ini bukan berarti anak itu pemecah. Tapi justru dialah yang menyadarkan kami untuk berteman dengan siapapun tanpa memandang status, kekuasaan, atau apapun itu. Teman adalah teman. Hidup tanpa teman sama dengan masak sayur tanpa garam. Teman adalah pelengkap dalam hidup kita.

Sekelumit cerita ini bener-bener menginspirasi aku untuk berteman dengan siapa aja. Berusaha jadi yang terbaik bagi siapapun. Seperti kata Bu Andri, "Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama." Meninggalkan nama yang baik adalah tujuanku ;)

Hei teman-teman sd ku. Miss You All :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me...

Menghitung Bintang

Seperti kembali menghitung ribuan bintang di langit. Lupa sudah berapa banyak bintang yang terhitung. Akhirnya kembali menghitung semua bintang itu dari awal. Masih sama seperti dulu, ketika mulut tak mampu berbicara, mata hanya mampu memandang, dan hati hanya terus berharap dalam diam. Ketika semua sudah terjadi dan terlanjur, mungkin tertawa hambar bisa jadi penghibur lara meski hanya sesaat.  Adakah kantung besar untuk menampung semua bintang-bintang yang sudah kuhitung? Agar aku tak perlu lelah untuk kembali menghitungnya dari awal ketika aku lupa. Karena dengan begitu, ketika ada orang bertanya, "Berapa banyak bintang yang sudah kau hitung?" Aku akan dengan yakin menjawab, "Sudah banyak." Karena kantung yang kukumpulkan juga sudah banyak, bahkan sangat banyak. Terlalu banyak sudah bintang yang kuhitung. Entah sudah berapa banyak juga aku mengulang hitungan tersebut. Sekali lagi, aku hanya butuh kantung untuk bintang-bintangku. Mungkin jika memang ada k...

Tentang Negeri Sejuta Mimpi #edisi17an

Assalamualaikum :D Dirgahayu Indonesia yang ke-69!!!! Meski sudah 69 tahun, semoga semangat kita tetap seperti layaknya pejuang '45 yaaa :) Amiin. Entah mengapa, gara-gara film Adriana yang pernah tayang di salah satu stasiun TV swasta, aku jadi jatuh cinta sama genre novel baru. Fiction History . Sebuah genre yang menggabungkan kisah fiksi dengan kenyataan sejarah yang terjadi. Akibatnya pula, aku jadi bela-belain beli novel Adriana yang asli. Bahkan covernya pun masih yang cetakan 2010.  Pelan-pelan aku baca kisah itu. Aku coba pelajari sejarah ibu kota yang terangkum secara jelas di novel itu. Alhamdulillah...novel itu sukses membuka rasa nasionalisku. Meski tak sepenuhnya, tapi kini aku sadar ternyata nasionalisme itu sangat penting bagi pelajar sepertiku. Bahkan bagian yang paling seru dalam novel tersebut aku baca tepat saat malam tirakatan. Secara aku bukan warga yang baik, aku memilih berkeliling Jogja dan membaca novel ketimbang duduk bersila mendengarkan pidat...