Langsung ke konten utama

Sejenak Kembali

Lagi-lagi momen yang pas untuk throw back ke setahun yang lalu. Ketika waktu terus berputar dan bagai memburu, aku berada di tengah tumpukan ilmu yang memaksa masuk ke dalam otak. 

"Pantang pulang sebelum petang!!"  -Anonim-
Sebuah kalimat sederhana yang kujadikan prinsip kala itu. Sebelum langit menggelap, tak akan aku pulang ke rumah atau berleha-leha tak jelas. Mungkin lelahnya sama seperti saat ini. Lelah karena laporan. Tapi itu lelah karena nyawaku masih mengawang, takdirku masih di awang.

Membayangkan takdir apa yang akan terjadi sudah membuatku bergidik sendiri saat itu. Karena trauma penolakan yang berkali-kali membuatku tak bisa berhenti memikirkan hal buruk yang terjadi. Maka jadilah aku "anak nongkrong" di salah satu bimbel. Jam 9 pagi aku sudah berada di kelas untuk pelajaran, lanjut tambahan jam 11. Lalu selepas zuhur kulanjutkan mengerjakan soal di tempat les yang lain. Jika bosan, aku pindah ke perpustakaan kota atau restoran fast food yang berwarna kuning-merah. Rutinitas itu kulakukan terus menerus sampai menjelang "penentuan takdir". 

"Allah bukan mengabaikan doa-doamu, tetapi menahannya, lalu memberikannya di waktu yang tepat." -Ibu-
Sore ini, cuaca yang sama bahkan angin yang sama, lalu ditambah lelah yang sama. Hanya saja kondisinya sudah berbeda. Tahun lalu dikala mendung aku berdoa, berharap Tuhan memberiku segala kebaikannya agar aku bisa bahagia. Tahun ini, mendung hari ini hanya menjadi penyejuk ruang bagi rumahku saja. Tak ada unsur spesial namun masih memberikan momen yang sama. Perlahan bibirku tersenyum.

Kini tepat di hadapanku, korsa merah dengan tulisan benang emasnya menyalak indah dari serumpunan kain di sana. Menyembul penuh kegagahan sebagai tanda bahwa "Aku sudah berhasil".  Kini aku kembali menemukan keluarga baru dengan orang-orang baru yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Memberi pengalaman baru dengan sejuta kejutan yang masih menunggu. Yaah, mungkin ada beberapa kendala karena umurku yang tak lagi seranum mereka. Namun jangan salah, jiwa ini masih sanggup kok berkejaran dengan mereka. My life is ready to run. No matter how hard and how far is it. I am still young. Forever young!!!!

Terima kasih ya Allah atas segalanya. Terima kasih TPHP.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad