Langsung ke konten utama

Tentang Negeri Sejuta Mimpi #edisi17an

Assalamualaikum :D
Dirgahayu Indonesia yang ke-69!!!! Meski sudah 69 tahun, semoga semangat kita tetap seperti layaknya pejuang '45 yaaa :) Amiin.

Entah mengapa, gara-gara film Adriana yang pernah tayang di salah satu stasiun TV swasta, aku jadi jatuh cinta sama genre novel baru. Fiction History. Sebuah genre yang menggabungkan kisah fiksi dengan kenyataan sejarah yang terjadi. Akibatnya pula, aku jadi bela-belain beli novel Adriana yang asli. Bahkan covernya pun masih yang cetakan 2010. 

Pelan-pelan aku baca kisah itu. Aku coba pelajari sejarah ibu kota yang terangkum secara jelas di novel itu. Alhamdulillah...novel itu sukses membuka rasa nasionalisku. Meski tak sepenuhnya, tapi kini aku sadar ternyata nasionalisme itu sangat penting bagi pelajar sepertiku. Bahkan bagian yang paling seru dalam novel tersebut aku baca tepat saat malam tirakatan. Secara aku bukan warga yang baik, aku memilih berkeliling Jogja dan membaca novel ketimbang duduk bersila mendengarkan pidato petinggi kampung. Toh, pidatonya juga cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Hal yang paling penting waktu tirakatan mah, MAKANAN GRATIS. Hakhakhak (ketawa sambil keselek).

Negeri Sejuta Mimpi
"Katanya Jakarta itu negeri sejuta mimpi..." itu salah satu kalimat dalam novel Adriana. Meskipun hanya enam kata, cukuplah untuk membuatku merenung lama. Ya, Jakarta memang gudangnya mimpi semua orang. Jakarta identik dengan kesuksesan, harta, gedung, dan hal-hal prestisius lainnya. Sayangnya, keidentikan itu membuat Jakarta menjadi "mimpi" yang salah. Soekarno tak bermimpi memusatkan seluruh rakyat untuk ke Jakarta. Memenuhi Jakarta dan membuatnya terlihat seperti sekarang. 

Meskipun Soekarno sudah tiada, mimpi-mimpinya masih terlihat jelas di Jakarta. Api semangatnya masih ada sampai detik ini. Pantung Pancoran alias Patung Dirgantara dibuat ketika Indonesia sedang mengalami krisis. Soekarno rela menjual mobil pribadinya hanya demi patung yang kalau orang melihat wajahnya saja mereka akan bilang, "Itu monyet atau gorila?". Jangan lihat wajahnya!! Lihat apa yang patung itu tunjuk. Patung itu menunjuk letak bandara pertama RI, Bandara Internasional Kemayoran. Dari situ Indonesia mulai menjamah dunia internasional. Inilah salah satu bukti mimpi Bung Karno yang masih ada.

Satu lagi mimpi Soekarno yang tak kalah penting, Monumen Nasional alias Monas. Monumen ini dibangun sebagai lambang perjuangan rakyat Indonesia. Ujung Monas yang seperti api, melambangkan semangat rakyat Indonesia untuk memperjuangkan tanah kelahirannya. Adapula yang merasa bahwa tugu Monas seperti menunjuk ke atas. Secara harfiah dapat diartikan, harapan Soekarno agar Indonesia terus meningkat di masa depan.

Sebenarnya masih banyak hal yang menerangkan mimpi-mimpi Soekarno, ada Patung Pemuda, Patung Arjuna, dan peninggalan lainnya di Museum Fatahillah. Bukti-bukti itu menjadi saksi bisu perjalanan bangsa ini dari tahun ke tahun. Menjadi makhluk tak berdaya yang melihat bagaimana keadaan negara kita saat ini. 

Aku hanya terdiam memikirkan semua ini. Berkaca pada diri sendiri membuatku malu. Dengan keadaan yang sangat teramat dipermudah, aku masih saja merasa kurang. Hidupku sudah di tahun ke 69 Indonesia merdeka. Aku... masih saja berpikir "Apa yang negara ini lakukan?" "Kenapa gak kayak Korea sih?" "Masa gitu aja susah?" Hell banget gak aku :(. Pemikiranku terlalu picik untuk anak yang beranjak 19 tahun. Aku terus menuntut apa yang negara ini sediakan tanpa berpikir "APA YANG SUDAH KULAKUKAN UNTUK NEGARA INI?"

Hei Kawan!!! Aku ingat janji kita di masjid sekolah. Sepuluh tahun lagi, kita akan bertemu di sana. Aku berharap semua mimpi-mimpi kita dapat terwujud. Aku berharap bukan hanya kesuksesan yang kita pamerkan.  Aku berharap ada banyak hal yang akan kita ceritakan mengenai APA SAJA YANG TELAH KITA LAKUKAN UNTUK INDONESIA. Ingat!! Negeri ini negeri sejuta mimpi. Sejuta umatnya mempunyai mimpi indah masing-masing. Sejuta manusianya mampu membangun negeri menjadi lebih baik. Sejuta pemuda seperti kita dapat mengubah dunia atas nama INDONESIA. :)
Semangat semuanya!!!! Merdeka!!!


-ditulis 17 Agustus, diposting 18 Agustus-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad