Langsung ke konten utama

Harapan Baruku

Suatu ketika, kulihat segilima kenangan di atas mejaku. Sempat kubiarkan itu, tapi akhirnya aku penasaran juga. Perlahan kubuka dan kuputar satu demi satu kenangan itu. Video, foto, dan sejuta ekspresi dari wajah yang berbeda mampu membuatku tergelak bahagia. Aku tersenyum sejenak, tatkala kulihat wajah tak asing yang dulu sempat singgah sejenak dipikiranku. Lucu juga kalau kuingat-ingat lagi kejadian aneh dan abstrak itu.

Sekarang kami sudah berpisah. Berpisah untuk setahun saja sih. Awalnya kecewa, karena ATENA bener-bener dipisah gak jelas dan jauh-jauh. Sedangkan kelas lain bisa sekelas. Kagol juga -_-. Namun lambat laun kami mulai menerima keadaan ini. Toh, ternyata gak seburuk yang dikira. Setidaknya dengan misah seperti ini, aku bisa perlahan menghilangkan rasa ke "you-know-who". Karena salah satu kunci ngilangin rasa "piiiippp" (gak mau nyebut apa itu) adalah dengan tidak bertemu dalam tempo yang sering, kekekekeke.

Aku hanya berharap.....

"Ketika aku melangkah kesana, aku akan berjalan sendiri dengan usahaku. Saat ada orang di sampingku yang terjatuh, aku tak akan segan membantunya. Karena kelak mereka juga yang akan membantuku di waktu datang. Lalu.....aku mohon jangan ganggu langkahku lagi. Kini aku sedang berusaha menjauhimu. Kuharap saat aku menengok ke belakang, tak kulihat lagi raut wajahmu itu. Biarkan aku meneruskan ini hingga akhir. Terima kasih :)"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kedua Ratus Dua Puluh: Cinta?

 Sudah berapa ratus purnama aku tidak berkeluh kesah soal cinta di sini? Hahaha. Mengingat umur yang sudah tidak lagi muda membuatku canggung jika bicara soal cinta. Yah.. I am at late 20s and if I still speak about shallow love, people will laugh at me. It is not the right time aja rasanya. But around a month or less, may be, suddenly I think about him again. Who is him? He is not somebody that I have ever talked about him earlier. He definitely does not ever appear in my blog but I always talk about him in twitter. So some of you (if you still read my story here), may be will know who he is. Someone who I called as "Anak Pak Rete". Mungkin karena dia laki-laki terakhir yang berhasil menyentuh sisi lain hatiku, ketika aku sudah berusaha mati-matian untuk mengabaikan soal perasaan ke lawan jenis. Tapi perilakunya membuat pertahananku seketika runtuh dan hancur. Di saat yang sama, dia tiba-tiba menjauh. Entah karena aku yang sempat salah merespon chatnya, atau memang dia sadar

Paus Biru

"Kebanyakan paus berkomunikasi melalui " Nyanyian Paus " dengan frekuensi 10-39 Hz. Namun PAUS BIRU hanya mampu bernyanyi pada frekuensi 52 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa tak akan ada paus lain yang bisa mendengar panggilan Si Paus Biru bahkan untuk mengetahui keberadaannya. Begitu pula Si Paus Biru, yang tak akan menyadari bahwa Ia sebenarnya tak SENDIRIAN ." Pernah merasa sepi di tengah keramaian? Merasa sunyi diantara hiruk pikuk? Merasa sendiri diantara orang-orang? Suatu saat aku berada dalam sebuah situasi, di mana aku harus kembali menyesuaikan diri karena itu bukan lingkungan asliku. Mencoba menyamai dengan segala usaha agar aku terlihat sama. Tertawa ketika lucu, menangis ketika sedih, dan mengekspresikan hal lain sesuai kodratnya. Namun pada akhirnya aku kembali tersadar,  aku hanya Si PAUS BIRU. Bernyanyi sendiri dalam frekuensiku. Mencoba memanggil paus lain yang tentu tak akan mendengar nyanyianku. Ketika bertemu hanya saling menatap dan me

Salahmu Sendiri

Rasanya seperti sudah terlalu lama berlari. Entah ini bisa disebut dengan berlari atau hanya jalan santai. But I tried. I tried a lot of things. But may be not that many juga sih. Banyak hal yang ujung-ujungnya diisi dengan sebuah ucapan, "salahmu sendiri sih". Mungkin aku tidak berlari sekuat yang lain, mungkin aku tidak berjuang sekeras yang lain, dan mungkin memang usahaku tidak pernah sebanding dengan yang lain. Jadi mengapa harus terus dibandingkan? Justru itu. Justru karena aku paham dengan konsep bahwa kesuksesan & kebahagiaan setiap manusia pasti selalu diliputi pengorbanan yang besar, membuatku terus menerus menekan diri sendiri. Merasa semua salah letaknya di diri ini. Tidak ada yang bisa dimaki kecuali diri sendiri. Dan perlahan semuanya terasa sesak. Untungnya masih ada beberapa tangan yang bisa diraih meski hanya sebentar. Lalu aku bisa kembali tersenyum barang sejenak dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Dari semua perjalanan yang kualami, insecure menjad